PADANG Pionir--Kapolda Sumbar Irjen Pol Toni Harmanto membuktikan janji akan menyelesaikan kasus tanah seluas 765 Hektar yang diklaim oleh Lehar CS miliknya.
Sepuluh tahun sudah sekitar 60 ribu warga yang berada di empat kelurahan di Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang menunggu datangnya keadilan itu.
Janji yang dilontarkan Irjen Pol Toni Harmanto itu merupakan tindak lanjut dari laporan salah seorang korban praktik mafia tanah bernama Budiman ke Polda Sumbar pada 18 April 2020 lalu
Perlahan namun pasti, praktik mafia tanah yang dilakukan oleh Lehar CS itu mulai dibongkar jajaran Polda Sumbar.
Empat pria ditangkap dan dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Para pelaku menipu para korbannya dengan mengaku memiliki tanah seluas 765 hektar di Kecamatan Koto Tangah itu.
Keempat empat tersangka itu masing-masing berinisial EPM, berprofesi sebagai pekerja swasta. Kemudian LH seorang petani, MY nelayan dan YS pekerja swasta.
Keempat tersangka ini kata Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumbar Kombes Imam Kabut Sariadi, dalam kesempatan jumpa pers di Mapolda Sumbar, Rabu 24 Juni 2020, dijerat dengan Pasal 236 KUHP tentang pemalsuan surat dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Kombes Imam Kabut Sariadi mengatakan, para tersangka ditangkap pada waktu dan tempat berbeda. Tersangka pertama, LH, ditangkap di rumahnya di Padang pada 15 Mei 2020.
“Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan LP/182/IV/2020/SPKT-Sbr tertanggal 18 April 2020 atas nama Budiman,” kata Imam.
Dikatakannya, Budiman mengaku memiliki tanah di Kelurahan Air Pacah seluas 4.000 meter persegi dengan Surat Hak Milik (SHM) nomor 1061, SHM 1015, SHM nomor 833 dan SHM 836 dengan status terblokir di BPN Padang.
Kemudian tersangka EPM meyakinkan korban dirinya selaku pemilik tanah berdasarkan putusan Landraad 90 1931 atas kuasa dari tersangka LH.
“Tersangka EPM ini mengaku dapat membantu membuka blokir dan meyakinkan korban agar meyerahkan uang Rp1,35 miliar sebagai biaya pelepasan hak yang dibayarkan secara tunai dan transfer,” terang Imam.
Dikatakan, transaksi tersebut terjadi pada Maret 2016 di Hotel Pangeran Beach Kota Padang. “Modus kejahatan pelaku adalah meyakinkan korban dirinya dapat membantu pelepasan hak di BPN Padang dengan membuat surat damai dan pelepasan hak atas kaum Maboet,” katanya.
Imam lalu merinci peran masing-masing tersangka mulai dari pelaku EPM berperan meyakinkan korban dengan dokumen yang dinyatakan sebagai bukti kepemilikan, kemudian menandatangani surat kesepakatan pelepasan hak kaum Maboet yang isinya tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
Dikatakan Imam, pelaku ini telah menerima uang Rp1,35 miliar dari korban Budiman dan Rp 8,5 miliar dari Adrian Syahbana. Lalu tersangka LH memaikan perannya meyakinkan korban bersama tersangka utama, membuat dan menandatangani surat kuasa kepada EPM.
Ikut menandatangani surat kesepakatan pelepasan hak kaum Maboet yang isinya tidak sesuai dengan sebenarnya.
Dari korban pelaku menerima Rp500 juta.
Selanjutnya tersangka MY berperan memberi kesempatan kepada pelaku EPM dan LH melakukan kejahatan dan membuat surat kuasa yang isinya tidak benar dan menerima Rp300 juta.
Kemudian tersangka YS berperan dengan sengaja memberi kesempatan tersangka EPM dan LH berbuat kerusakan dan menerima uang Rp300 juta dari tersangka EPM setelah korban membayarkan uang perdamaian.
Kombes Imam Kabut Sariadi mengatakan, berkas perkara korban Budiman telah dikirimkan kepada Kejati Sumbar. (Firman Sikumbang)
0 Comments